(OPINI) Palestina dan Kemampuan Kita

MULAI DARI BOIKOT, FATWA MUI, HINGGA KEBERPIHAKAN KITA.

Mendukung agresi Israel dan juga mendukung orang yang mendukung atau mendukung pendukung Israel hukumnya Haram. Mendukung pihak yang diketahui mendukung agresi Israel baik secara langsung maupun tidak langsung seperti membeli produk dari produsen yang mendukung agresi Israel hukumnya Haram. (Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No.83 Tahun 2023).

Memang benar, boikot maupun fatwa yang sudah keluar bukanlah solusi menyelesaikan masalah yang ada di Palestina. Akan tetapi, paling tidak ini adalah pembuktian peryataan keberpihakan dan pembelaan kita terahadap apa yang sudah terjadi selama ini.

Memang tidak semua orang mampu menjauhi produk/jasa yang berkaitan dengan Israel. Kita juga menyadari bahwa kemampuan setiap manusia berbeda-beda. Akan tetapi ini adalah perkara menunjukkan dimana posisi kita berada, sudahkan kita memaksimalkan diri kita? Sudahkah kita mengeluarkan semua kemampuan kita.

Sekarang bukan saatnya lagi kita dibingungkan dan diragukan dengan berbagai pernyataan-pernyataan yang membuat kita ragu apalagi malu untuk memihak, membela dan membantu saudara-saudara kita di Palestina. Selama kita ragu dan bimbang untuk menyatakan keberpihakan, selama itu pula pikiran kita sudah dijajah dengan pernyataan-pernyataan yang jelas tiada dasarnya. (Liberation of mind)

Disamping kerusakan fisik yang terjadi di Bumi Palestina (Baitul Maqdis). Segala daya, upaya, kekuatan dan dana sudah dikerahkan oleh saudara-saudara kita di sana. Jangan sampai kita terjajah juga pemikiran kita. Jangan sampai kita diragukan untuk tidak memihak saudara-saudara kita. Perasaan tidak berdaya, perasaan tidak berguna, perasaan tidak dapat berbuat apapun, perasaan bahwa apapun yang kita lakukan tidak memberikan dampak. Itu artinya pemikiran kita sudah dijajah (rusak pemikiran). Sudah saatnya kita memikirkan kembali Palestina, dengan lebih serius dan lebih realistis.

Amal bukan dilihat kecil atau besarnya Amal tersebut. Melainkan Amal itu dilihat dari kesungguhan hati kita. Meski tak terlihat berpengaruh, meski perlu usaha yang sulit, pastinya bila itu terdapat kebaikan, maka akan diperhitungkan.

Jika terdapat simpatisan Non-Muslim terhadap Palestina sebab kemanusaiaan tentu saja barangkali ini adalah hal yang sangat baik. Namun, bila mana kaum Muslim merasa ragu untuk berpihak atau mencukupkan diri saja, maka dimana kesadaran yang Rasulullah ajarkan pada kita?

Bukankah Rasulullah telah membangun kepedulian terhadap Baitul Maqdis lebih dari hanya urusan kemanusiaan, geopolitik, kekuasaan, atau apapun. Rasulullah membangun kesadaran kaum Muslim atas Baitul Maqdis berdasarkan agama yang kita anut, yaitu Islam.

Ketika krisis kemanusiaan di Palestina ini tidak dianggap sebagai urusan dalam agama Islam, maka pada saat yang sama juga kita akan kehilangan potensi yang besar untuk bersatu, berukhuwah dan menolong saudaranya yang didzalimi oleh penjajah israel.

Tetap perhatikan Palestina, sebagaimana Rasulullah memperhatikannya. Tetap bangun kesadaran akan pentingnya Baitul Maqdis, sebagaimana yang telah dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya. Sekecil apapun kepedulian kita, tetap tanamkan. Keberpihakan pada Baitul Maqdis dan penduduknya adalah urusan agama kita. Wallahu a’lamu bil as-showab.

 

 Oleh: Fauzanadzz